Minggu, 23 Maret 2008

Sahabat

Assalamualaikum.....

Saudaraku....setelah melalui beberapa langkah perjalanan...ane mendaptkan kesimpulan bahwah hidup ini terus melaju..roda terus berputar dan waktu akan tetap berjalan....apapun kondisi yang kita alami, cobaan dan rintangan yang kita hadapi...itu adalah sebuah kepastian...

Untuk itu kepada saudaraku yang telah bersedia untuk bertukar pikiran (masukan, kritik, saran, dll.)..ane ucapkan jazakumullahu khoiran katsiran...semoga Allah membalas niat ikhlas saudaraku semua.

Tentang kebersamaan kita kedepan...ane kirimkan tulisan lepas yang insyaAllah dapat dijadikan sebagai bahan renungan kita bersama. Mungkin ini tulisan lepas terakhir yang ane kirimkan pada saudaraku via massage...untuk menghindari dzan2 diantara kita...insyaAllah kedepan kita bisa bermuhasabah melalui media yang lebih bebas dari prasangka (bulletin) selamat membaca dan tetep semangat!

Dimana Saudara yang Shalih...?

Saudaraku...

"Dimana figur saudara yang shalih? Saat keluarga jenazah saudaranya yang wafat, sibuk berbagi warisan, menikmati apa yang ditinggalkan. Tapi saudara yang shalih justru menyendiri penuh dengan kesedihan. Menyesal karena sedikit yang telah diberikan untuk saudaranya. Ia mendoakan diantara gelap malam. Ia memohonkan ampunan untuknya. Padahal ia sendiri hidup dalam kesulitan."

Masih ingatkah kita dengan perkataan Hasan Al Basri saudaraku?

Dialah yang mengatakan, dirinya lebih mencintai saudara-saudaranya dijalan Allah ketimbang keluarga dan anak-anaknya. "Keluarga kami mengingatkan kami pada dunia, sedangkan saudara-saudara kami dijalan Allah mengingatkan kami dengan akhirat" begitulah perkataan Hasan Ala Basri rahimahullah.

Begitu indahnya jaman itu. Saat kedudukan seorang saudara dijalan Allah menempati kedudukan tertinggi di jiwa. Saat saudara dijalan Allah lebih diutamakan ketimbang dirinya sendiri. Diwaktu kebaikan untuk seorang saudara lebih sering diharapkan daripada untuk dirinya sendiri. Sampai-sampai seorang penyair di jaman itu mengukir pentingnya kita untuk bersaudara karena Allah disetiap tempat, dimanapun.

Betapa ingin kita mewujudkan suasana kebersamaan dan persaudaraan di jaman shalafushalih ada diantara kita. Allah telah merahmati generasi terdahulu dengan nikmat persaudaraan yang begitu indah. Perekatan hati karena Allah. Ikatan batin karena keimanan. Kekuatan yang muncul karena persaudaraan dan kesatuan yang nyaris tidak bisa digoyahkan.

Saudaraku di jalan Allah...

Lalu, sudah berapa lama kita menginjakkan kaki dalam perjalanan ini? Hitung-hitunglah masa sejak pertama kali Allah SWT mengkar0uniakan kebersamaan kita berjalan di atas millah ini. Ingat-ingatlah rentang waktu yang telah kita lewati, rangkaian peristiwa yang kita tinggalkan, pernak-pernik pengalaman, hingga saat ini ketika kaki kita masih melangkah dijalan ini. Betapa banyak debu, kesulitan, kepedihan yang ternyata berhasil kita lewati dalam kebersamaan ini. Betapa banyak masa-masa indah tak tergambarkan dalam kebersamaan kita, di waktu lalu.

Dimana figur saudara shalih di atas jalan Allah?

Kita sangat membutuhkan keberadaannya di tengah jaman "musuh-musuh berebut menyerang, bak berebut memakan makanan diatas piring". Kita begitu mendambakan suasana persaudaraan yang pernah ada di jaman lalu.

Perhatikanlah, diantara syiar-syiar persaudaraan diantara mereka. Mereka yang dengan prestasi ibadah dan dakwahnnya yang luar biasa, tapi tetap mengenggap saudara-saudara mereka lebih baik dan lebih utama dari dirinya. Dahulu, salah satu syiar mereka tercermin dari perkataan Abdurrahman bin Auf radhiallahuanhu ketika ia datang membawa makanan, dan mengatakan, "Mush'ab bin Umair telah terbunuh. Padahal ia orang yang lebih baik dariku. Lalu ia dikafani dengan burdah. Jika ditutup bagian kepalanya, terlihat bagian kakinya. Jika ditutup kakinya, maka terlihatlah kepalanya. Telah terbunuh Hamzah ra. Dan pasti ia adalah orang yang jauh lebih baik dari diriku. Lalu kini, dunia dibentangkan seperti yang kita alami sekarang. Aku khawatir kebaikan-kebaikan untuk kita datangnya dipercepat didunia..." Setelah itu, Abdurrahman bin Auf menangis dan meninggalkan makanannya.

Itulah sosok Abdurrahman bin Auf. Sosok salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga oleh Allah. Tapi ia tetap begitu terkesan, begitu menghormati, begitu memuliakan saudara-saudaranya yang lain.

Pelajaran sederhana tentang perhormatan kepada sesama muslim yang diajarkan oleh imam Bakr bin Abdullah al Mazni ketika menasehati,"Jika engkau bertemu dengan orang yang usianya lebih tua darimu, katakanlah, orang ini telah lebih dahulu daripadaku dalam hal keimanan dan amal shalih. Ia lebih baik dariku. Jika engkau bertemu dengan orang yang lebih mudah darimu, katakanlah, aku telah mendahuluinya dalam dosa dan kesalahan. Jadi, ia lebih baik dariku".

Perhatikanlah Saudaraku....

Tak ada satupun dari mereka yang menganggap dirinya lebih mulia, lebih patut dihormati, lebih layak disegani, lebih bernilai karena ibadah, lebih hebat karena kedudukan, lebih senior karena lebih dahulu masuk islam, atau semacamnya. Jiwa persaudaraan Islam menyerap kedalam sanubari dan jiwa mereka, sehingga mereka lebih sering melihat kebaikan saudara-saudaranya, ketimbang keburukanhya. Lalu, rasa ketundukan dan tawadhu diantara mereka membuat mereka merasa memiliki banyak kekurangan dibanding saudara-saudara mereka. Dan dari sikap itulah mereka menjadi lebih baik dan lebih baik.

Abdullah bi Mas'ud ra. bahkan diriwayatkan kerap mengungkapkan satu perkataan sehingga nyaris dihafal oleh para sahabatnya. Perkataan itu adalah , ungkapan hatinya kepada sahabat-sahabatnya, " Antum jalaa'u qalbi", kalian adalah penyejuk hatiku. Indah dan menyentuh sekali perkataan Abdullah bin Mas'ud ra. Ia tokoh sahabat yang di sebut Rasulullah SAW, sangat memahami al Qur'anul karim. Tapi ia begitu memiliki kenyamanan dan keintiman sendiri dengan saudara-saudaranya.

Saudaraku....

Dimana figur saudara-saudara shalih di jalan Allah? Kenapa kita tidak segera mewujudkannya hadir diantara kebersamaan kita?

Tidak ada komentar: